------------------------------------
Jangan
sampai piala dunia pada tahun ini melupakan kita untuk merebut piala akhirat di
bulan Ramadhan.
PIALA adalah simbol puncak prestasi dan kebahagiaan. Orang yang mendapat
piala berarti orang yang berprestasi. Orang yang berprestasi pasti
kondisi jiwanya dalam keadaan bahagia. Nah, jika ada piala dunia tentu ada
piala akhirat.
Piala dunia merupakan simbol dari puncak prestasi di dunia, berupa cawan emas
atau perak sebagai hadiah pemenang dalam olahraga. Khususnya olahraga sepak
bola. Sedangkan piala akhirat merupakan simbol puncak prestasi amalan di dunia
untuk akhirat, berupa surga Allah dengan aneka kenikmatannya.
Untuk mendapatkan piala dunia, penduduk dunia memiliki waktu sekali selama
empat tahun dengan melalui seleksi dan kompetisi yang ketat antarklub sepak
bola berbagai negara. Negara yang tak lolos seleksi, maka gagal ikut kompetisi
piala dunia. Sebaliknya, untuk memperoleh piala akhirat Allah memberi
kesempatan sama kepada manusia di bumi. Setiap manusia adalah peserta kompetisi
piala akhirat itu.
Allah berfirman:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ
الْخَيْرَاتِ
“Dan setiap umat memiliki kiblatnya yang ia menghadap kepadanya. Maka
berkompetisilah dalam kebaikan.” (QS Albaqarah: 148).
Ayat ini menjelaskan bahwa setiap umat atau manusia diberi kesempatan sama oleh
Allah untuk berkompetisi dalam kebaikan. Siapa pun berhak merebut piala akhirat
tanpa melihat rupa, harta, dan status negara.
Meskipun demikian, tentu tidak setiap peserta kompetisi kebaikan itu akan
meraih piala akhirat (surga). Sebagaimana tidak semua negara yang berkompetisi
dalam sepak bola dunia akan mendapatkan piala. Untuk meraih piala akhirat,
syarat utama peserta dalam kompetisi kebaikan itu harus dalam kondisi beriman.
Allah berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ
مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang beramal sholeh (kebajikan), baik laki-laki maupun
perempuan dalam kondisi beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik.” (QS: An Nahl: 97).
Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan kehidupan yang baik (hayaatan
thoyyibah) pada ayat ini adalah surga Allah.
Momentum Ramadhan
Oleh sebab itu, bulan Ramadhan adalah momentum terbaik bagi kaum Muslimin untuk
berkompetisi meraih piala akhirat. Ada beberapa alasan; Pertama, karena bulan
Ramadhan adalah bulan yang berkah (HR Ahmad).
Berkah berarti memiliki nilah tambah atau lebih, yang tak pernah Allah berikan
pada bulan lainnya. Apapun amal soleh yang dilakukan seorang Muslim di bulan
Ramadhan, maka dilipatgandakan pahalanya dan langsung Allah yang membalasnya
(HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, di bulan Ramadhan pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan
setan-setan dibelenggu (HR Muslim). Hal ini merupakan bentuk kasih sayang Allah
kepada umat Islam, sehingga dengan itu agenda pesta spritualitas di bulan
Ramadhan untuk meraih piala akhirat berjalan lebih mudah dan lancar.
Ketiga, di bulan Ramadhan ada shiyam (puasa) dan qiyam (shalat malam). Dengan
melaksanakan puasa dan shalat malam (tarawih) yang didasari keimanan dan
mengharapkan pahala di sisi Allah, maka dosa-dosa akan diampuni (HR Muttafaq
‘Alaihi). Kalau dosa-dosa diampuni berarti jaminan untuk mendapatkan kemudahan
meraih surga yang dijanjikan.
Keempat, di bulan Ramadhan ada malam yang keutamaannya lebih baik dari 1000
bulan, yaitu malam kemuliaan (lailatul qadar). Pada malam itu penuh dengan
keberkahan, kehidupan di bumi diatur, dijelaskan, dan disejahterakan hingga
terbitnya fajar. Dan pada malam itu pulalah Allah telah menurunkan permulaan
ayat Alquran sebagai pedoman dan petunjuk kehidupan manusia (lihat QS Al Qadar:
1-5 dan Ad Dukhan: 3-4).
Kompetisi sejati
Perhelatan piala dunia yang bersamaan dengan bulan Ramadhan tahun ini sangat
berpotensi mengganggu kekhusyukan umat Islam beribadah di dalamnya. Terutama
yang ‘gila’ bola. Memang tidak ada ulama atau dalil yang mengharamkan menonton
sepak bola selama tidak ada unsur yang melanggar syariat agama.
Namun realitasnya, larangan syariat agama itu justru banyak dilakukan saat
kompetisi sepak bola, apalagi sekelas piala dunia berlangsung. Gara-gara
begadang menonton piala dunia di malam hari, akhirnya meninggalkan kewajiban
shalat subuh, kesehatan badan terganggu, melalaikan tugas atau pekerjaan di
siang hari, fanatik buta, dan munculnya pujian berlebihan terhadap pemain
kafir. Bahkan tidak jarang terjadi perjudian, perkelahian, dan hilangnya nyawa
gara-gara bola.
Oleh sebab itu, penting bagi umat Islam menyikapi piala dunia secara dewasa dan
bijkasana. Jangan sampai piala dunia pada tahun ini melupakan kita untuk
merebut piala akhirat di bulan Ramadhan. Euforia beramal untuk piala akhirat di
bulan Ramadhan harus mengalahkan euforia menonton piala dunia.
Allah telah mengingatkan, bahwa kompetisi untuk akhirat itulah yang lebih
utama; Dan sungguh, akhirat itu lebih utama bagimu dari pada dunia (QS Ad
Dhuha: 4). Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ
الْآخِرَةَ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan
Allah kepadamu.” (QS Al Qasas: 77); Padahal kehidupan akhirat itu lebih
baik dan lebih kekal (QS Al A’la: 17).
Nah, tentu umat Islam peserta kompetisi piala akhirat yang bermain ‘cantik’ dan
‘professional’ selama Ramadhan—bukan malah menjadi penonton yang makan di siang
hari–yang akan berpeluang menjadi pemenang. Di akhir Ramadhan para pemenang ini
layak mengekspresikan kemenangannya dengan bertakbir; Allaahu Akbar! Allaahu
Akbar! Semoga. Wallahu A’lam.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh: Lidus Yardi
Guru PAI dan Sekretaris Majelis Tabligh PD Muhammadiyah Kuansing, Riau
------------------------------------------------
Sumber : Hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar