Pendidikan anak adalah tanggung
jawab dan amanah yang besar. Wajib bagi para orang tua untuk bertakwa kepada
Allah dalam urusan anak-anak mereka. Wajib bagi para orang tua untuk memberikan
pendidikan dan bimbingan. Menumbuh-kembangkan mereka dalam akidah Islam,
amalan-amalan Islam, dan akhlak-akhlak Islam. Para orang tua wajib membangun
pondasi ketakwaan dan keshalehan agar anak-anak mengetahui dan mengamalkan apa
yang menjadi hak-hak Allah Jalla wa ‘Ala pada diri mereka.
Pendidikan anak harus tegak pada
prinsip dan asas yang benar. Untuk merealisasikan tujuan yang mulia ini, ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Di antara prinsip tersebut adalah:
Pertama: Senantiasa mendoakan anak.
Mendoakan ini bisa dimulai saat sang
anak belum lahir, dengan meminta kepada Allah keturunan yang shaleh. Dan
setelah mereka terlahir di dunia dengan mendoakan mereka hidayah dan kebaikan.
Setelah mereka cenderung kepada hidayah dan kebaikan, para orang tua hendaknya
mendoakan mereka agar istiqomah di jalan kebaikan tersebut. Hal ini sebagaimana
doa Nabi Ibrahim:
رَبِّ
هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku
(seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100).
Kemudian beliau berdoa:
وَاجْنُبْنِي
وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan jauhkanlah aku beserta anak
cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35).
Dan doa beliau juga:
رَبِّ
اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak
cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat.” (QS. Ibrahim: 40).
Doa Nabi Zakariya:
رَبِّ
هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi
Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS.
Ali Imran: 38).
Dan doa ‘ibadurrahman:
رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada
kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 76).
Ketahuilah ma’asyiral mukminin,
Doa orang tua untuk anaknya adalah
doa yang mustajab yang tidak tertolak. Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau. Namun para orang tua juga jangan
tergesa-gesa dalam doa mereka, terutama saat mereka dalam kondisi marah kepada
anak. Jangan mendoakan anak dengan keburukan. Apabila doa tersebut dikabulkan,
mereka akan menyesal. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَدْعُ
الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan
sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat
tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra: 11).
Kedua: Adil di antara anak dan menjauhi sikap zhalim dan tidak
adil.
Jika orang tua tida bersikap adil di
antara anak mereka, maka akan terdapat rasa permusuhan, hasad, dan kebencian
antara mereka. Jika mereka berbuat adil, maka keadilan tersebut akan menjadi
sebab terbesar saling cinta dan kasih saying di antara mereka. Dan juga menjadi
sebab baiknya perangai mereka.
Dalam Shahihain, dari Nu’man bin
Basyir radhiallahu ‘anhu
عَنْ
اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( فَانْطَلَقَ
أَبِي إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي.
فَقَالَ : أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ? قَالَ : لَا قَالَ: اِتَّقُوا اَللَّهَ ,
وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ فَرَجَعَ أَبِي, فَرَدَّ تِلْكَ اَلصَّدَقَةَ )
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ قَالَ : ( فَأَشْهِدْ عَلَى هَذَا
غَيْرِي ثُمَّ قَالَ : أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا لَكَ فِي اَلْبِرِّ سَوَاءً?
قَالَ : بَلَى قَالَ : فَلَا إِذًا
)
Dari Nu’man Ibnu Basyir radhiallahu
‘anhuma, “Ayahku menghadap kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
agar menyaksikan pemberiannya kepadaku, lalu beliau bersabda: “Apakah engkau
melakukan hal ini terhadap anakmu seluruhnya?”. Ia menjawab: Tidak. Beliau
bersabda: “Takutlah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu.”
Lalu ayahku pulang dan menarik kembali pemberian itu. (Muttafaq ‘alaihi).
Dalam riwayat Muslim beliau
bersabda: “Carikan saksi lain selain diriku dalam hal ini.” Kemudian beliau
bersabda: “Apakah engkau senang jika mereka (anak-anakmu) sama-sama berbakti
kepadamu?”. Ia Menjawab: Ya. Beliau bersabda: “kalau begitu, jangan lakukan.”
Ketiga: Lemah lembut, kasih sayang, dan berbuat baik terhadap
anak. Jauhi sifat kasar dan kaku.
Jika lemah lembut ada pada suatu hal
pasti dia akan menjadikan hal itu indah. Dan tidaklah hilang dari sesuatu pasti
hal itu akan menjadi rusak. Lakukan kelemah-lembutan, kasih sayang, dan
perhatian terhadap anak sedari mereka kecil. lakukan hal it uterus-menerus.
Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumi cucunya Hasan bin Ali.
Saat itu al-Aqra’ bin Habis duduk di dekat beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Ia berkata, “Aku memiliki 10 orang anak dan aku tidak pernah
mencium salah seorang dari mereka”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menatap al-Aqra’, kemudian bersabda,
مَنْ
لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ
“Siapa yang tidak menyayangi, maka
dia tidak disayangi.”
Dalam Shahihhain, dari Ummul
Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Datang seorang Arab
Badui menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata,
‘Anda mencium anak-anak? Kami tidak pernah melakukannya’. Lalu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَأَمْلِكُ
لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ
“Sungguh aku tidak mampu mencegah
jika ternyata Allah telah mencabut sifat kasih sayang dari hatimu.”
Kasih sayang dan lemah lembut ini
ma’asyiral mukminin, adalah sebab yang membuat anak menjadi dekat dan cinta
kepada kedua orang tuanya. Apabila rasa kedekatan ini sudah ada, maka rasa
cinta pun akan muncul. Sehingga orang tua bisa memberikan pengarahan, nasihat,
dan pendidikan terhadap anak-anaknya. Dan anak-anak pun akan lebih mudah menerima
dan memperhatikan apa yang disampaikan kedua orang tuanya.
Keempat: Orang tua memiliki semangat untuk mengarahkan anak-anaknya
kepada perkara yang mulia.
Hal ini dilakukan dengan cara
memberi pengajaran tentang akidah Islamiyah dan kewajiban-kewajiban agama.
Kemudian melarang mereka dari yang haram serta memperingatkan mereka dari
perbuatan dosa. Dan sebaik-baik nasihat seorang ayah kepada anaknya adalah
nasihat Lukman al-hakim kepada anaknya. Sebuah nasihat yang Allah sebutkan di
dalam Kitab-Nya di surat Lukman.
Apa yang dilakukan oleh Lukman
adalah sebuah teladan yang mulia dan agung. Hendaknya kita mencontoh Lukman
dalam mendidik dan mengajar anaknya. Ia mengajarkan tentang keimanan kepada
Allah dan beriman pada semua yang diperintahkan-Nya. Ia mengajarkan
mentauhidkan Allah Jalla wa ‘Ala dan menyerahkan agama hanya untuk-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَوَصَّى
بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ
الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan
itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): “Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. Al-Baqarah: 132).
Dan wasiat pertama Lukman kepada
anaknya,
يَابُنَيَّ
لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Wahai anakku, janganlah engkau
menyekutukan Allah. Karena menyekutukan Allah adalah kezhaliman yang besar.”
(QS. Lukman: 13).
Setelah menasihati anaknya dengan
keimanan, Lukman melanjutkannya dengan nasihat agar menjaga
kewajiban-kewajiban, melarang anaknya dari kemungkaran, dan memperingatkannya
akan perbuatan dosa. Di antara kewajiban yang paling terdepan untuk dijaga
adalah shalat.
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS.
Thaha: 132).
Dalam Sunan Abu Dawud, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا
أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
“Perintahkanlah anak-anak kalian
untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka
bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat.”
Kelima: Memperhatikan teman-teman mereka, terutama teman dekat.
Karena teman dekat yang bertemu
secara intens akan mempengaruhi satu sama lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah memberikan perumpamaan yang sangat menarik mengenaik teman
yang baik dan teman yang buruk. Dalam Shahihain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ
الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ
مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ:
إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Permisalan teman duduk yang saleh
dan teman duduk yang buruk seperti penjual misik dan pandai besi. Adapun
penjual misik, boleh jadi ia memberimu misik, engkau membeli darinya, atau
setidaknya engkau akan mencium bau harumnya. Adapun pandai besi, boleh jadi
akan membuat bajumu terbakar atau engkau mencium bau yang tidak enak.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga bersabda,
الْمَرْءُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
“Seseorang itu menurut agama teman
dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Kemudian di zaman ini, ada wujud
pertemanan, yang belum ada di zaman sebelumnya. Yaitu pertemanan dengan
chanel-chanel televisi, internet, dan alat-alat komunikasi modern lainnya. Hal
itu terdapat di dalam rumah-rumah bahkan dalam genggaman. Oleh karena itu,
hendaknya para orang tua mengawasi teman-teman anak-anaknya berupa benda-benda
tersebut. Karena teman dekat akan memberikan pengaruh yang besar dan bahaya
yang fatal terhadap pola pikir, agama, dan akhlak. Berapa banyak pemuda-pemuda
menjadi rusak gara-gara benda-benda tersebut.
Keenam: Orang tua harus menjadi teladan bagi anaknya.
Jangan orang tua menjadi seseorang
yang memerintahkan anaknya kepada kebaikan, namun dia sendiri tidak
melakukannya. Jangan pula melarang mereka dari kejelekan, tapi dia sendiri
malah melakukannya. Yang demikian malah menjadikannya sebagai orang tua teladan
dalam keburukan untuk anaknya. Yang demikian malah menjadikan seruan dan
arahannya bertolak belakang. Antara perkataan dan perbuatannya berada di lembah
yang berbeda.
Jika demikian halnya, anak-anak akan
tumbuh besar pada didikan seorang ayah yang bertentangan perkataan dan
perbuatannya. Yang berbahaya bagi karakter anaknya. Sang anak akan sangat
terpengaruh dengan prilaku kedua orang tua tersebut.
Wajib bagi para orang tua yang
mendidik dan mengarahkan anak-anaknya untuk merenungi terus firman Allah Tabaraka
wa Ta’ala,
أَتَأْمُرُونَ
النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
“Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri,
padahal kamu membaca al-Kitab?” (QS. Al-Baqarah: 44).
Dan perkataan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam,
وَمَا
أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ
“Dan aku tidak berkehendak menyalahi
kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.” (QS. Hud: 88).
Bersamaan dengan usaha para orang
tua dengan memperhatikan hal-hal di atas, hati mereka wajib tetap bersandar
kepada Allah Ta’ala. Bertawakal, menyerahkan urusan, dan beraharap hanya
kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Berharap mudah-mudah Allah menjadikan
anak-anak mereka anak yang shaleh dan taat. Menjaga mereka sebagaimana Dia
menjaga hamba-hamba-Nya yang shaleh.
Al-Qolam Kr-Moncol